Home » , , , » Sifat Shalat Nabi (Bagian 1)

Sifat Shalat Nabi (Bagian 1)

Islam Media News.com ~ Berikut akan kami sampaikan Sifat Shalat Nabi Saw berdasarkan pemahaman para ulama Ahlussunnah wal Jama'ah

A. Berdiri Menghadap Kiblat

Shalat diawali dengan berdiri menghadap kiblat bagi orang yang mampu. Jika tidak mampu bisa dengan cara duduk atau tidur miring. Hal ini sesuai dengan hadits berikut:

عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍِ قَالَ كَانَتْ بِيْ بَوَاسِيْرُ فَسَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الصَّلاَةِ فَقَالَ صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَ جَنِْبٍ -- رواه البخاري

"Dari Imran bin Hushain ra ia berkata, "Pada saat aku terkena penyakit ambien, aku bertanya kepada Nabi Saw tentang caraku mengerjakan shalat." Maka Nabi Saw bersabda, "Shalatlah dengan cara beridiri, jika tidak mampu maka duduk, dan bila tidak mampu maka tidur miring." (Shahih al-Bukhari, I/376 [1066])

Hukum berdiri dalam shalat fardhu adalah wajib. Sedangkan pada shalat sunnah hukumnya adalah sunnah. Disebutkan dalam hadits:

عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍِ قَالَ سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَلاَةِ الرَّجُلِ وَهُوَ قَاعِدٌ فَقَالَ مَنْ صَلَّى قَائِمًا فَهُوَ أَفْضَلُ وَمَنْ صَلَّى قَاعِدًا فَلَهُ نِصْفُ أَجْرِ الْقَائِمِ وَمَنْ صَلَّى نَائِمًا فَلَهُ نِصْفُ أَجْرِ الْقَاعِدِ -- رواه البخاري

"Dari Imran bin Hushain ia bercerita, "Saya bertanya kepada Nabi Saw tentang shalat yang dilakukan seseorang sambil duduk. Nabi Saw menjawab, "Barangsiapa yang shalat sambil berdiri, maka itulah yang paling utama. Sedangkan shalat sambil duduk pahalanya setengah dari pahala shalat sambil berdiri. Dan shalat sambil tidur itu pahalanya setengah dari shalat sambil duduk." (Shahih al-Bukhari, I/375 [1064])

Ketika berada dalam perjalanan, misalnya di dalam perahu, bis, pesawat atau lainnya, dan tidak mungkin untuk beridiri maka boleh shalat sambil duduk.
"Dari Ibnu Umar ra ia berkata, "Nabi ditanya, bagaimana caraku shalat di atas perahu?" Beliau menjawab, "Shalatlah dengan cara berdiri, kecuali jika kamu takut tenggelam." (Sanad hadits ini shahih sesuai syarat yang ditetapkan Imam Muslim. Al-Mustadrak ala Shahihain, I/409 [1019], Sunan Baihaqi Kubra, III/155 [5277], termasuk hadits hasan)

Tata cara berdiri adalah kedua kaki diluruskan. Antara ujung keduanya direnggangkan kira-kira sejengkal, dan kedua tumitnya kira-kira empat jari. Wajah ditundukkan memandang ke arah tempat sujud. Kemudian membaca surat an-Nas sebagai permohonan agar dijauhkan dari godaan setan.

Di dalam kitab Bidayatul Hidayah disebutkan:

"Hendaklah kalian menghadap kiblat seraya meluruskan dua kaki dan tidak merapatkannya. Berdirilah dengan tegak kemudian membaca surat an-Nas sebagai permohonan agar dijaga dari godaan setan yang terkutuk." (Bidayatul Hidayah, 45)

Syaikh Nawawi menambahkan:
"Paling utama kepala ditundukkan, karena posisi itu dapat memudahkan untuk khusyu' serta lebih menjaga pandangan." (Maraqi al-Ubudiyyah, 45)

Setelah itu disunnahkan melafalkan niat. Tujuannya adalah untuk membantu niat dalam hati. Syaikh Nawawi al-Bantani dalam kitab Kasyifah al-Saja Syarh Safinah al-Najah menjelaskan:
"Niat itu di dalam hati. Tidak wajib diucapkan dengan lisan. Akan tetapi mengucapkan niat hukumnya adalah sunnah untuk membantu hati menghadirkan niat." (Kasyifah al-Saja, 52)

Dalam beberapa kesempatan, Nabi Saw pernah melafalkan niat, misalnya dalam ibadah haji. Dijelaskan dalam hadits:
"Dari Anas ra berkata, "Aku mendengar Rasulullah Saw mengucapkan, Aku penuhi panggilan-Mu untuk umrah dan haji." (Shahih Muslim, II/905 [185])

Konteks hadits di atas berbicara tentang persoalan haji. Akan tetapi shalat dapat di-qiyas-kan kepada haji. Jika ketika melaksanakan ibadah haji sunnah melafalkan niat, maka dalam shalat juga demikian, dianjurkan mengucapkan ushalli.

Lebih jelas lagi dijelaskan oleh Syaikh Hasan bin Ali Assaqqaf sebagai berikut:

"Melafalkan niat ketika akan takbiratul ihram adalah sunnah. Pada saat Nabi Saw bersabda, "Seluruh perbuatan tergantung niat", Nabi Saw tidak pernah bersabda, "Keraskanlah (lafalkanlah) niatmu." Oleh karena itu, orang yang hanya menghadirkan  niat dalam hatinya dan tidak diucapkan, maka shalatnya sah. Begitu pula apabila ia mengucapkannya dengan bibirnya, shalatnya juga sah dan ia telah melaksanakan perbuatan sunnah. Hal ini berbeda dengan pendapat segelintir orang yang mengatakan bahwa perbuatan itu bid'ah padahal di dalam beberapa ibadah yang lain Nabi Saw juga melakukannya. Misalnya, ketika beliau memperdengarkan kepada orang banyak pada saat melaksanakan ihram untuk haji. Yakni ucapan Nabi Saw, "Labbaika biumratin wa hajjin". Begitu pula ketika pada suatu saat Nabi Saw menemui Sayyidah Aisyah ra untuk sarapan pagi. Nabi Saw bertanya, "Apakah ada makanan?" Aisyah menjawab, "Tidak ada." Nabi Saw bersabda, "Kalau begitu aku akan berpuasa." (Shahih Muslim, [2771], Shahih Sifati Shalat al-Nabi, 68)

Bersambung ke Bagian 2

KH. Muhyiddin Abdusshomad  



0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.