Home » , , , » Dzikir Berjamaah Setelah Shalat Fardhu

Dzikir Berjamaah Setelah Shalat Fardhu

Islam Media News.com ~ Wiridan, dzikir berjamaah setelah shalat fardhu adalah salah satu diantara sekian banyak amaliyah yang dilakukan oleh kalangan aswaja. Pada dasarnya khilafiyah dalam masalah ini berkisar pada beberapa hal, diantaranya adalah :

-          Apakah dzikir berjamaah setelah shalat fardhu yang memiliki sunnah rowatib berupa sholat sunnah ba’diyah hanya boleh dilakukan setelah sholat sunnah atau boleh dilakukan sebelumnya ?
-          Dzikir berjamaah setelah shalat fardhu dengan mengeraskan suara
-          Hukum yang diperselisihkan dalam masalah Dzikir berjamaah setelah shalat fardhu berkisar pada Makruh Tanzih, Boleh, Mustahabb (dianjurkan)

Dalil-dalil yang Menjadi Sandaran Hujjah Dzikir Berjamaah Setelah Shalat Fardhu

Firman Alloh subhanahu wa ta’aala:

فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ
(cahaya itu) di rumah-rumah yang di sana telah diperintahkan Allah untuk memuliakan dan menyebut nama-Nya, di sana bertasbih (menycikan) nama-Nya pada waktu pagi dan petang. (QS. An Nuur : 36)

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ مَنَعَ مَسَاجِدَ اللهِ أَنْ يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ وَسَعَى فِي خَرَابِهَا أُولَئِكَ مَا كَانَ لَهُمْ أَنْ يَدْخُلُوهَا إِلَّا خَائِفِينَ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang melarang di dalam masjid-masjid Allah untuk menyebut nama-Nya, dan berusaha merobohkannya? Mereka itu tidak pantas memasukinya kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka mendapat kehinaan di dunia dan di akhirat mendapat adzab yang berat. (QS. Al Baqoroh : 114)

Sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam:

عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ يَقُوْلُ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذَا سَلَّمَ مِنْ صَلَاتِهِ يَقُوْلُ بِصَوْتِهِ الْأَعْلَى لَا إلَهَ إلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إلَّا بِاَللَّهِ وَلَا نَعْبُدُ إلَّا إيَّاهُ لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ لَا إلَهَ إلَّا اللهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدَّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ  
Dari Abi Zubair, sesungguhnya ia pernah mendengar Abdulloh bin Zubair berkata : “Adalah Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam jika selesai salam dari sholatnya, beliau berkata dengan suaranya yang tinggi (keras) “Laa ilaaha illallohu wahdahu laa syariika lahu, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syaiin qodiir. Wa laa haula wa laa quwwata illa billaahi wa laa na’budu ilaa iyyaahu, lahun ni’matu wa lahul fadhlu wa lahuts tsanaa’ul hasanu, laa ilaaha illallohu mukhlishina lahud diina walau karihal kaafiruun.” (HR, As Syafi’iy dalam musnadnya)

Pengambilan dalil (istidlal) dari hadits diatas adalah, Bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam pernah mengeraskan suara dalam ber-dzikir setelah shalat fardhu, meskipun hal itu jarang dilakukan oleh beliau.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي وَأَنَا مَعَهُ حِينَ يَذْكُرُنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُ وَإِنْ اقْتَرَبَ إِلَيَّ شِبْرًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ اقْتَرَبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا اقْتَرَبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً
Dari Abi Huroiroh –rodhiyallohu ‘anhu- ia berkata : Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda : “Alloh –‘azza wa jalla- berfirman : “Aku menurut prasangka hamba-Ku pada-Ku, dan Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku, jika ia menyebut-Ku dalam hatinya maka Aku mengingatnya, dan jika ia mengingat (menyebut)Ku dalam keramaian maka Aku menyebutnya dalam kelompok yang lebih baik, dan jika ia mendekat pada-Ku sejengkal maka Aku mendekatinya satu dziro’, dan jika mendekat pada-Ku satu dziro’ maka Aku mendekat padanya sedepa, jika ia mendatangi-Ku seraya berjalan maka Aku mendatanginya sambil bergegas.” (HR, Muslim)

Sisi pendalilan dari hadits diatas dalam konteks dzikir berjamaah setelah shalat fardhu adalah; adanya anjuran berdzikir baik dalam kesendirian atau berjama’ah (di keramaian)

عَنْ وَرَّادٍ مَوْلَى الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ قَالَ كَتَبَ الْمُغِيرَةُ إِلَى مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ إِذَا سَلَّمَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ
Dari Al Warrod –pembantu Mughiroh- bin Syu’bah, ia berkata : Al Mughiroh pernah menulis untuk Mu’awiyah bin Abi Sufyan : Bahwa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam disetiap selesai sholatnya beliau membaca :” Laa ilaaha illallohu wahdahu laa syariikalahu, lahul mulku wa lahul hamdu wahuwa ‘alaa kulli syaiin qodiir. Allohumma laa maani’a limaa a’thoita walaa mu’thiya limaa mana’ta walaa yanfa’u dzal jaddi minkal jaddu”. (HR, Bukhori, Muslim)

أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنْ الْمَكْتُوبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ
Bahwasannya Ibnu Abbas –rodhiyallohu ‘anhuma- mengkhabarkan kepadanya : “Sesungguhnya mengeraskan suara dzikir ketika orang-orang selesai dari sholat maktubah adalah terjadi sejak masa Nabi  shollallohu ‘alaihi wasallam, Ibnu Abbas berkata : “aku mengtahui bahwa jika mereka selesai sholat melakukan demikian karena aku mendengarnya.”  (HR, Bukhori, Muslim)

Dalam konteks hadits di atas Al Hafizh An Nawawi menjelaskan :
هَذَا دَلِيْلٌ لِمَا قَالَهُ بَعْضُ السَّلَفِ أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ رَفْعُ الصَّوْتِ بِالتَّكْبِيْرِ وَالذِّكْرِ عَقِبَ الْمَكْتُوْبَةِ, وَمِمَّنْ اِسْتَحَبَّهُ مِنَ الْمُتَأَخِّرِيْنَ بْنُ حَزْمٍ اَلظَّاهِرِي
Ini adalah dalil bagi pendapat sebagian salaf : Bahwasannya disunnahkan mengeraskan suara bacaan takbir, dzikir ( dzikir berjamaah setelah shalat fardhu ). Dan diantara para ulama dari kalangan mutaakhkhirin  yang menganjurkan hal tersebut adalah Ibnu Hazm Azh Zhohiri.  (Syarah Nawawi Ala Muslim, vol 5, hal 85)

عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا وَقَالَ اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
Dari Tsauban, ia berkata: “Adalah Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam ketika beliau selesai dari sholatnya beliau beristighfar tiga kali dan berdo’a “Allohumma antas Salaamu, waminkas salaamu, tabaarokta Dzal Jalaali wal Ikroomi”  (HR, Muslim)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَبَّحَ اللهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَحَمِدَ اللهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَكَبَّرَ اللهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَتْلِكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ
Dari Abi Huroiroh, dari Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam : “Barangsiapa disetiap habis sholatnya bertasbih 33 kali, memuji Alloh 33 kali, dan bertakbir 33 kali, (jumlah) semuanya menjadi 99 kali dan untuk menggenapkan menjadi seratus kali ia membaca; ‘Laa ilaaha illallohu wahdahu laa syariikalahu, lahul mulku wa lahul hamdu wahuwa ‘alaa kulli syaiin qodiir’ maka dosanya diampuni, meskipun menyamai buih dilautan (HR, Muslim)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمْ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ
Dari Abi Huroiroh, ia berkata : Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda : “Barangsiapa melapangkan kesusahan seorang mukmin satu permasalahan didunia, maka Allah melapangkan satu kesusahan baginya di akhirat, dan barangsiapa memudahkan kesulitan seseorang maka Allah memudahkan baginya urusan dunia dan akhirat, barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim maka Allah menutupi (kesalahan)nya di dunia dan di akhirat, dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba tersebut menolong saudaranya, dan barangsiapa menempuh jalan dalam rangka mencari ilmu maka Allah memudahkan baginya jalan menuju sorga, Dan tidaklah suatu kaum berkumpul di satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid) seraya membaca kitab Allah dan saling mempelajarinya (tadaarus) diantara mereka, melainkan turun ketenangan atas mereka, dicurahkan rahmat bagi mereka, para malaikat mengerumuni mereka dan Allah menyebut (membanggakan) mereka dihadapan makhluk yang ada disisi-Nya.” (HR, Muslim)

Sisi pendalilan (wajhul istidlal) dari hadits diatas adalah adanya anjuran berkumpul di masjid untuk membaca al qur’an dan tadaarus. Dan dzikir dapat diqiyaskan dengan membaca al qur’an.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ الْفُقَرَاءُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ مِنْ الْأَمْوَالِ بِالدَّرَجَاتِ الْعُلَا وَالنَّعِيمِ الْمُقِيمِ يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَلَهُمْ فَضْلٌ مِنْ أَمْوَالٍ يَحُجُّونَ بِهَا وَيَعْتَمِرُونَ وَيُجَاهِدُونَ وَيَتَصَدَّقُونَ قَالَ أَلَا أُحَدِّثُكُمْ إِنْ أَخَذْتُمْ أَدْرَكْتُمْ مَنْ سَبَقَكُمْ وَلَمْ يُدْرِكْكُمْ أَحَدٌ بَعْدَكُمْ وَكُنْتُمْ خَيْرَ مَنْ أَنْتُمْ بَيْنَ ظَهْرَانَيْهِ إِلَّا مَنْ عَمِلَ مِثْلَهُ تُسَبِّحُونَ وَتَحْمَدُونَ وَتُكَبِّرُونَ خَلْفَ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَاخْتَلَفْنَا بَيْنَنَا فَقَالَ بَعْضُنَا نُسَبِّحُ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَنَحْمَدُ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَنُكَبِّرُ أَرْبَعًا وَثَلَاثِينَ فَرَجَعْتُ إِلَيْهِ فَقَالَ تَقُولُ سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَاللهُ أَكْبَرُ حَتَّى يَكُونَ مِنْهُنَّ كُلِّهِنَّ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ
Dari Abi Huroiroh –rodhiyallohu ‘anhu- ia berkata : Orang-orang faqir datang menemui Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam, mereka berkata; orang-orang yang berhata menuju derajat yang tinggi dan An Na’iimil Muqiim dengan harta (mereka), mereka sholat sebagaimana kami sholat, mereka puasa seperti puasa kami, dan mereka memiliki kelebihan, dengan harta mereka dapat menunaikan hajji, umroh, mereka dapat berjihad (dengan harta) dan mereka dapat bersedekah.” Nabi menjawab : “Maukah kalian aku tunjukkan (amal) jika kalian mau melakukan maka kalian dapat menyusul orang-orang yang mendahului kalian (dalam kebaikan) dan tidak seorangpun sesudah kalian dapat menyusul kalian, maka kalian menjadi orang yang terbaik diantara orang-orang sebelum dan sesudah kalian, kecuali orang-orang yang mau mengamalkan hal yang sama (dengan kalian). Bertasbih, bertahmid, dan bertakbirlah kalian setiap selesai sholat sebanyak 33 kali.” Terjadi perbedaan diantara kami, sebagian ada yang berkata : Kami bertasbih 33 kali, bertahmid 33 kali, bertakbir 34 kali. Maka  kami kembali kepada Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : “Ucapkanlah olehmu -Subhanalloh Walhamdu Lillah Wallohu Akbar- hingga jumlah dari kesemuanya tigapuluh tiga.” (HR, Bukhori, Muslim)

Dari beberapa hadits diatas, dan tentunya masih cukup banyak hadits-hadits lain yang berkaitan dengan masalah wiridan, dzikir berjamaah setelah shalat fardhu juga dzikir berjamaah, kita dapati adanya anjuran untuk membaca setidaknya dzikir atau wirid ma’tsuroh yang dilakukan setiap selesai sholat, juga kita mendapati adanya anjuran berkumpul untuk berdzikir baik di masjid atau di tempat lain.


Oleh: Ustadz Abu Hilya

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.