Home » » Pengertian Bid'ah Menurut Syara' (1)

Pengertian Bid'ah Menurut Syara' (1)

Islam Media News.com ~ Pada postingan sebelumnya telah dijelaskan arti bid'ah menurut bahasa. Silakan baca kembali di sini

Lalu, bagaimana pengertian bid'ah menurut syara'?

Sebelum pembahasan ini bergerak lebih jauh sampai ke sana, perlu dipahami terlebih dahulu bahwa pengertian bid'ah menurut syariat Islam tidaklah disebutkan baik dalam al-Qur'an maupun al-Hadits. Hal ini lumrah saja karena al-Qur'an dan hadits-hadits Nabi Saw tidaklah ditujukan untuk membuat pengertian/definisi/ta'rif dari berbagai hal. Yang membuat pengertian bid'ah adalah para ulama setelah memperhatikan al-Qur'an, al-Hadits, Atsar para sahabat, dan lain-lain. Itulah sebabnya nanti kita akan temukan beragam pengertian bid'ah dari para ulama.

Secara umum dan sederhana bisa dikatakan bahwa bid'ah menurut syara' adalah sesuatu yang baru dalam urusan agama yang tidak pernah ada pada masa Rasulullah Saw. Namun untuk lebih jelasnya perihal ini mari kita simak penjelasan para ulama tentang bid'ah:

a. Imam Izzuddin bin Abdissalam
Beliau adalah seorang ulama terkemuka dalam madzhab Syafi'i. Tatkala menjelaskan pengertian bid'ah beliau berkata:

اَلْبِدْعَةُ فِعْلُ مَالَمْ يُعْهَدْ فِيْ عَصْرِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

"Bid'ah adalah melakukan sesuatu yang tidak pernah dikenal pada masa Rasulullah Saw." (Qawa'id al-Ahkam fi Mashalih al-Anam, 2/172)

Menurut pengertian yang diberika oleh Imam Izzuddin bin Abdissalam ini, seluruh perbuatan atau amaliah keagamaan yang belum ada dan tidak dikenal pada masa Rasulullah Saw adalah bid'ah, meskipun perbuatan itu tergolong perbuatan yang baik. Dengan demikian, berdasarkan pengertian ini mengumpulan ayat-ayat al-Qur'an dalam satu mushhaf, menulis kitab-kitab hadits, membukukan berbagai kajian fiqih dan tafsir, memperingati maulid Nabi Saw, khutbah dengan bahasa selain bahasa Arab, menunaikan ibadah haji dengan naik pesawat, arisan haji, pengajian setiap Ahad pagi, dan berbagai macam amalan baik lainnya adalah bid'ah. Mengapa? Karena semua itu belum pernah ada pada masa Rasulullah Saw.

Namun demikian, beliau tidak berpandangan bahwa semua yang tidak ada pada masa Rasulullah Saw dianggap sebagai bid'ah dhalalah (bid'ah sesat dan tercela), yang pelakunya diancam akan disiksa di dalam neraka. Beliau justru membagi bid'ah menjadi lima bagian: bid'ah wajib, bid'ah sunnat, bid'ah haram, bid'ah makruh, dan bid'ah mubah.

Mari kita simak penjelasan Imam Izzuddin bin Abdissalam tentang pembagian bid'ah ini serta contoh-contoh yang beliau sampaikan:

الْبِدْعَةُ فِعْلُ مَالَمْ يُعْهَدْ فِيْ عَصْرِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهِيَ مُنْقَسِمَةٌ اِلَى: بِدْعَةٍِ وَاجِبَةٍِ، وَبِدْعَةٍِ مُحَرَّمَةٍِ، وَبِدْعَةٍِ مَنْدُوْبَةٍِ، وَبِدْعَةٍِ مَكْرُوْهَةٍِ، وَبِدْعَةٍِ مُبَاحَةٍِ، وَالطَّرِيْقُ فِيْ مَعْرِفَةِ ذَلِكَ أَنْ تُعْرَضَ الْبِدْعَةُ عَلَى قَوَاعِدِ الشَّرِيْعَةِ: فَاِنْ دَخَلَتْ فِيْ قَوَاعِدِ اْلاِيْجَابِ فَهِيَ وَاجِبَةٌُ، وَاِنْ دَخَلَتْ فِيْ قَوَاعِدِ التَّحْرِيْمِ فَهِيَ مُحَرَّمَةٌُ، وَاِنْ دَخَلَتْ فِيْ قَوَاعِدِ الْمَنْدُوْبِ فَهِيَ مَنْدُوْبَةٌُ، وَاِنْ دَخَلَتْ فِيْ قَوَاعِدِ الْمُبَاحِ فَهِيَ مُبَاحَةٌُ

"Bid'ah adalah mengerjakan sesuatu yang tidak pernah terjadi pada masa Rasulullah Saw. Bid'ah terbagi 5: bid'ah wajibah (bid'ah wajib), bid'ah muharramah (bid'ah haram), bid'ah mandubah (bid'ah sunnat), bid'ah makruhah (bid'ah makruh), dan bid'ah mubahah (bid'ah mubah). Jalan untuk mengetahui hal itu dengan membandingkan pada kaidah-kaidah syariat. Apabila bid'ah itu masuk ke dalam kaidah wajib, maka menjadi bid'ah wajibah. Apabila masuk ke dalam kaidah haram, maka menjadi bid'ah muharramah. Apabila masuk ke dalam kaidah sunnat, maka menjadi bid'ah mandubah, dan apabila masuk ke dalam kaidah mubah, maka menjadi bid'ah mubahah."

Saat memberikan contoh-contoh yang termasuk ke dalam lima macam bid'ah tersebut, beliau berkata:

وَلِلْبِدَعِ الْوَاجِبَةِ أَمْثِلَةٌُ: اَحَدُهَا: اْلاِشْتِغَالُ بِعِلْمِ النَّحْوِ الَّذِيْ يُفْهَمُ بِهِ كَلاَمُ اللهِ وَكَلاَمُ رَسُوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَلِكَ وَاجِبٌ ِلأَنَّ حِفْظَ الشَّرِيْعَةِ وَاجِبٌ وَلاَ يَتَأَتَّى حِفْظُهَا إِلاَّ بِمَعْرِفَةِ ذَلِكَ، وَمَالاَ يَتِمُّ الْوَاجِبُ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ. الْمِثَالُ الثَّانِيْ: الْكَلاَمُ فِي الْجَرْحِ وَالتَّعْدِيْلِ لِتَمْيِيْزِ الصَّحِيْحِ مِنَ السَّقِيْمِ. وَلِلْبِدَعِ الْمُحَرَّمَةِ أَمْثِلَةٌُ: مِنْهَا مَذْهَبُ اْلقَدَرِيَّةِ، وَمِنْهَا مَذْهَبُ الْجَبَرِيَّةِ، وَمِنْهَا مَذْهَبُ الْمُرْجِئَةِ، وَمِنْهَا مَذْهَبُ الْمُجَسِّمَةِ. وَالرَّدُّ عَلَى هَؤُلاَءِ مٍنَ اْلبِدَعِ الْوَاجِبَةِ 

وَلِلْبِدَاعِ الْمَنْدُوْبَةِ أَمْثِلَةٌُ: مِنْهَا: إِحْدَاثُ الْمَدَارِسِ وَبِنَاءُ الْقَنَاطِرِ، وَمِنْهَا كُلُّ اِحْسَانٍِ لَمْ يُعْهَدْ فِي الْعَصْرِ الأَوَّلِ، وَمِنْهَا صَلاَةُ التَّرَاوِيْحِ. وَلِلْبِدَاعِ الْمَكْرُوْهَةِ أَمْثِلَةٌُ: مِنْهَا زَخْرَفَةُ الْمَسَاجِدِ، وَمِنْهَا تَزْوِيْقُ الْمَصَاحِفِ. وَلِلْبِدَعِ الْمُبَاحَةِ أَمْثِلَةٌُ: مِنْهَا التَّوَسُّعُ فِي اللَّذِيْذِ مِنَ الْمَآكِلِ وَالْمَشَارِبِ وَالْمَلاَبِسِ وَالْمَسَاكِنِ، وَلُبْسِ الطَّيَالِسَةِ، وَتَوْسِيْعِ اْلأَكْمَامِ

"Bid'ah wajibah memiliki banyak contoh. Salah satunya adalah menekuni ilmu nahwu sebagai sarana memahami al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Saw. Hal ini hukumnya wajib dan tidak mungkin dapat menjaganya kecuali memahami ilmu nahwu. Sedangkan sesuatu yang menjadi sebab terlaksananya suatu perkara yang wajib, maka hukumnya wajib. Kedua, berbicara dalam jarh  dan ta'dil untuk membedakan hadits yang shahih dan yang lemah. Bid'ah muharramah memiliki banyak contoh, di antaranya bid'ah ajaran qadariyah, jahamiyah, murji'ah, dan mujassimah. Sedangkan menolak terhadap berbagai bid'ah tersebut termasuk bid'ah wajib.

Bid'ah mandubah memiliki banyak contoh, di antaranya mendirikan madrasah-madrasah, jembatan-jembatan, dan setiap perbuatan yang belum pernah dikenal pada masa generasi awal, di antaranya adalah shalat tarawih. Bid'ah makruhah memiliki banyak contoh, di antaranya memperindah bangunan masjid dan menghias mushhaf al-Qur'an. Bid'ah mubahah memiliki banyak contoh, di antaranya menjamah makanan dan minuman yang lezat-lezat, pakaian yang indah, tempat tinggal yang mewah, memakai baju kebesaran..." (Qawa'id al-Ahkam fi Mashalih al-Anam: 2/133)


Bersambung ke bagian ke-2

  

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.